LAPORAN PRAKTIKUM
KULTUR JARINGAN ANGGREK (Dedrobium sp)
Disusun oleh :
Agung
Mahariyanto, 09112003
Fakultas
Pertanian/Jurusan Agroteknologi
LABORATORIUM
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH GRESIK
2012
DAFTAR ISI
BAB
I Pendahuluan
1.1
Latar
Belakang …………………………..1
1.2
Tujuan …………………………..1
1.3
Waktu
dan Tempat …………………………..1
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1 Botani
Tanaman Anggrek …………………………...1
2.2 Syarat
Tumbuh Tanaman …………………………...2
2.3 Media Tumbuh
Aklimatisasi …………………………...3
2.4 Teknik
Kultur Jaringan …………………………...4
2.5 Keunggulan
Teknik Kultur Jaringan …………………………...5
2.6 Kekurangan
Teknik Kultur Jaringan …………………………...5
BAB III Bahan dan Metode
3.1 Alat …………………………...6
3.2 Bahan …………………………...6
3.3 Metode …………………………...7
3.4 Cara Kerja …………………………...8
BAB
IV Hasil dan Pembahasan
4.1 Hasil …………………………...9
4.2 Pembahasan …………………………...9
BAB
V Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan ………………………….10
5.2 Saran ………………………….10
Lampiran ………………………….11
Daftar
Pustaka ………………………….15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Kultur jaringan
merupakan salah satu metode perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur
jaringan tertua dilakukan pada biji anggrek dengan tujuan untuk
mengecambahkannya dalam media yang kaya nutrisi karena biji dari anggrek tidak
mempunyai cadangan makanan.
Kultur jaringan
terus berkembang dari mengkulturkan biji berkembang dengan mengkulturkan
jaringan dan terus berkembang hingga mampu mengkulturkan satu sel dari tanaman.
Penggunaan
kultur jaringan mempunyai kelebihan yaitu mampu memproduksi bibit yang seragam
dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang relatifr singkat. Oleh karena itu
kultur jaringan sering dijadikan solusi sebagai metode perbanyakana tanaman dan
juga dapat digunakan sebagai suatu metode penyimpanan plasma nutfah yang tidak
membutuhkan temapat yang besar.
Keberhasilan dari
kultur jaringan sangat bergantung dari ketepatan konsentrasi nutrisi yang
berada di dalam media kultur. Ketepatan konsentrasi ini menyangkut pada
ketersediaan nutrisi bagi eksplan tanaman. Kelebihan nutrisi dari tanaman akan
menyebabkan tanaman mengalami keracunan unsur hara.
Oleh karena itu,
pembuatan larutan stock dan sterilisasi media dianggap penting untuk diketahui
sebagai sarana penenunjang kebutuhan informasi akan kultur jaringan.
1.2
Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah :
a. Mengetahui prosedur pembuatan larutan stock mikro dan
makro
b. Mengetahui prosedur sterilisasi alat dan media kultur
c. Mengetahui langkah-langkah dalam pembuatan media
kultur jaringan
d. Mengetauhi cara menanam eksplan pada media
e. Melakukan pengamatan perakaran pada eksplan
1.3
Waktu
dan Tempat
Praktikum
dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 10 April 2012 bertempat di Laboratorium
Kultur Jaringan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Gresik.
BAB
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Botani Tanaman Anggrek
Dendrobium
adalah salah satu kelompok terbesar kedua di antara genus dalam keluarga
anggrek (Orchidaceae), kurang lebih 1600 spesies tersebar mulai dari
Jepang, Korea, Malaysia, Indonesia, New Guinea dan Australia (Teo, 1979 dalam
Jenimar, 1990).
Anggrek
dendrobium termasuk anggrek epifit memiliki sifat hidup menumpang tetapi tidak
merugikan tanaman yang ditumpangi. Akar tanaman anggrek berfungsi sebagai
tempat menempelkan tubuh tanaman pada media tumbuh. Akar anggrek epifit mempunyai
lapisan velamen yang berongga. Lapisan ini berfungsi untuk memudahkan akar
dalam menyerap air hujan yang jatuh di kulit pohon media tumbuh anggrek.
Di bawah lapisan
velamen terdapat lapisan yang mengandung klorofil. Akar anggrek epifit yang
berambut pendek atau nyaris tak berambut. Pada anggrek terestrial (jenis
anggrek tanah), akar mempunyai rambut yang cukup rapat dan cukup panjang.
Fungsi rambut akar ini adalah untuk menyerap air dan zat organik yang ada di
tanah (Iswanto, 2002).
Anggrek dendrobium
berbatang ganda yang tumbuh ke samping dari rhizome yang menjalar ke medium
tempat tumbuh. Pada ruas-ruas rhizome atau pangkal batang terdapat tunas tidur
yang dapat tumbuh menjadi tanaman baru dan batangnya di sebut “bulb”
atau pseudobulb (Ginting, 1990). Bentuk daun tanaman anggrek menyerupai jenis
tanaman monokotil pada umumnya, yakni memanjang seperti pedang dan ukuran
panjang daunya bervariasi. Selain itu, daun juga mempunyai ketebalan berbeda
tergantung jenisnya (Ashari, 1995).
Anggrek
dendrobium yang tumbuh secara simpodial berbunga saat batang semunya telah
dewasa dan dengan cadangan makanan yang memadai sehingga pembungaannya terpacu.
Begitu selesai mengalami proses pembungaan, segera tumbuh tunas vegetatif baru
yang akan berubah menjadi bunga setelah tunas serabut dewasa. Proses pembungaan
dapat terpacu lebih cepat jika jumlah batang semu dan daun dendrobium dewasa
sudah cukup banyak (Sandra, 2001).
Setelah bunga
diserbuki dan dibuahi, sekitar 3-9 bulan kemudian muncul buah yang sudah tua.
Kematangan buah sangat tergantung pada jenis anggreknya. Misalnya, pada
dendrobium akan matang dalam 3-4 bulan. Pada anggrek vanda, umumnya buah
matang setelah 6-7 bulan. Sementara itu, pada anggrek cattleya, buah baru matang setelah 9 bulan. Buah
anggrek merupakan buah lentera, artinya buah akan pecah ketika matang. Bagian
yang membuka adalah bagian tengahnya, bukan di ujung atau pangkal buah. Bentuk
buah anggrek berbeda-beda, tergantung jenisnya (Iswanto, 2002).
2.2 Syarat Tumbuh Tanaman
2.2.1 Iklim
Tanaman anggrek
dapat tumbuh pada berbagai ketinggian tempat. Di India, tanaman ini dapat
tumbuh mulai dari 0-5000 m di atas permukaan laut. Jenis anggrek yang tumbuh
pada dataran rendah (0-300 m dpl) antara lain Vanda roxburghii, Acampe
praemorsa.
Sedangkan jenis
anggrek dataran tinggi (ketinggian 3500-5000 m dpl) yang tumbuh di pegunungan
Himalaya yaitu jenis Bulbophyillum retusiusculum, Habenaria cummisiana,
Herminium longilobatum (Ashari, 1995). Secara umum dapat dikatakan bahwa
anggrek dendrobium memerlukan sinar sebanyak 50-60 %; ini berarti bahwa jenis
anggrek tersebut menyukai tipe sinar yang agak teduh.
Anggrek
dendrobium merupakan jenis anggrek epifit, sehingga keteduhan yang
diperlukannya diperoleh dengan selalu berada di bawah dedaunan pohon yang ditumpanginya
tersebut (Gunadi, 1985). Suhu maksimum untuk anggrek ialah 40 0 C dan minimum
10 0 C. Suhu berhubungan erat dengan intensitas cahaya dan mempengaruhi proses
asimilasi. Intensitas cahaya yang tinggi akan lebih cepat meningkatkan suhu.
Proses asimilasi
pada anggrek akan meningkat melampaui titik optimumnya. Pembungaan jenis
anggrek tertentu dipengaruhi oleh suhu malam hari kira-kira 210 C. Anggrek Cymbidium
sp yang berbunga besar membutuhkan suhu malam 15-170 C. Pada dendrobium,
suhu malam yang tinggi menyebabkan terbentuknya anakan pada ujung batang
(Ginting, 1990). Tanaman anggrek pada umumnya membutuhkan kelembaban cukup
tinggi yang disertai dengan kelancaran sirkulasi udara. Kelembaban nisbi (RH)
yang dibutuhkan tanaman anggrek berkisar antara 60-80 %. Fungsi kelembaban yang
tinggi ini antara lain untuk menghindari proses respirasi atau penguapan yang berlebihan
(Iswanto, 2002).
2.2.2 Tempat Tumbuh
Berdasarkan
habitatnya, anggrek dibedakan menjadi lima jenis, yaitu :
1.
Anggrek epifit, yakni anggrek yang tumbuh menumpang pada tanaman lain
tanpa merugikan tanaman yang ditumpangi (tanaman inang). Anggrek epifit
membutuhkan naungan dari cahaya matahari. Contohnya, anggrek dendrobium,
cattleya, oncidium, dan phalaenopsis.
2.
Anggrek semi-epifit. Anggrek ini tumbuh menumpang pada tanaman
lain, namun akarnya menggantung sebagai akar udara. Contohnya, anggrek brassavola,
epidendrum, laelia.
3.
Anggrek terrestrial, yakni anggrek yang tumbuh di atas tanah.
Anggrek jenis ini membutuhkan cahaya matahari penuh dan cahaya matahari
langsung.
4.
Anggrek litofit, yakni anggrek yang tumbuh pada batu-batuan.
Contohnya, anggrek dendrobium dan phalaenopsis.
5. Anggrek
saprofit, yakni anggrek yang tumbuh pada media yang mengandung humus atau
daun-daun kering. Contohnya, Goodyera sp. (Iswanto, 2002).
2.3 Media Tumbuh Aklimatisasi
Pertumbuhan
tanaman anggrek baik vegetatif maupun generatif tidak hanya ditentukan oleh
faktor genetik, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti cahaya,
suhu, kelembaban, kadar O2 dan media tumbuh. Media tumbuh merupakan salah satu
syarat penting yang perlu diperhatikan dalam budidaya anggrek, karena media
berfungsi sebagai tempat berpijaknya tanaman, mempertahankan kelembaban dan
tempat penyimpanan hara serta air yang diperlukan (Batchelor, 1981, dalam
Wuryan, 2008).
Dalam
usaha pengembangan budidaya, salah satu syarat penting yang perlu diperhatikan
adalah penggunaan media tumbuh. Media tumbuh yang baik harus memenuhi beberapa
persyaratan, yaitu : tidak cepat melapuk, tidak menjadi sumber penyakit, mampu
mengikat air dan zat-zat hara secara baik, mudah didapat dalam jumlah yang
diinginkan dan murah, ramah lingkungan.
Beberapa
jenis media yang dapat digunakan untuk anggrek dendrobium antara lain : arang sekam,
sekam padi, sabut kelapa, pakis, atau mos. Adapun keutamaan dari arang sekam
yaitu : tidak lekas melapuk, tidak mudah ditumbuhi cendawan dan bakteri, sukar
mengikat air dan miskin zat hara, hanya mengandung unsur karbon (C) saja sehingga penggunaannya
harus diimbangi dengan pemberian unsure hara lain, daya tahan ± 2 tahun.
Sedangkan pada sabut kelapa yaitu, mudah melapuk, mempunyai daya menyimpan air
sangat baik sehingga perlu diatur penyiramannya, merupakan sumber kalium (K) (http://jakarta.litbang.deptan.go.id,
2008).
Sekam bakar
dikenal sebagai campuran media yang cukup baik untuk mengalirkan air, sehingga
media tetap terjaga kelembabannya. Arang sekam atau sekam bakar adalah sekam
yang sudah melewati proses pembakaran yang tak sempurna. Komposisi kimiawi dari
arang sekam terdiri dari SiO2 dengan kadar 52% dan C sebanyak 31%. Sementara
kandungan lainnya terdiri dari Fe2O3, K2O, MgO, CaO, MnO, dan Cu dengan jumlah
yang kecil. Karakteristik fisik dari sekam bakar yaitu : berat yang sangat
ringan dan kasar, membuat sirkulasi udara dan air dalam media tanam jadi lebih
tinggi (http://tabloidgallery.wordpress.com, 2008).
Yang dimaksud
dengan media tunggal yakni penggunaan satu jenis bahan baku, diantaranya :
humus andam, sekam mentah, atau serbuk sabut kelapa (cocopeat). Di tanah air,
Dr. Benny Tjia, praktisi tanaman hias di Bogor, menggunakan media serbuk sabut
kelapa. Serbuk sabut kelapa itu sanggup menahan air dalam jumlah banyak dan
waktu lama.
Struktur
pori-porinya berkemampuan tinggi menangkap dan menahan air, apalagi coir dus
(nama lainnya) mudah didapat dan harganya relatif murah. Umumnya derajat
keasaman coir dust mendekati 6. Pada kondisi hampir netral itu, unsur
hara yang bisa diserap tanaman banyak tersedia, seperti nitrogen, kalsium,
fosfor, dan sulfur (www.duniaflora.com, 2006). Penggunaan media campuran
cenderung mendorong pertumbuhan anggrek menjadi lebih baik dibanding dengan
media tunggal. Karena masing-masing media dapat saling mendukung.
Campuran dua
macam bahan dapat memperbaiki kekurangan sifat masing-masing bahan antara lain
: kecepatan pelapukan, tingkat pelapukan, tingkat tersedianya hara dan kondisi
kelembaban dalam media tanam (Ginting, 2008). Intinya, media harus bersifat
menyimpan air dan tidak mudah memadat.
Media padat
menyebabkan air tergenang sehingga aerasi udara rendah. Gejala yang tampak,
daun dan batang menjadi layu. Akar sehat biasanya berwarna putih dan memiliki
rambut-rambut halus. Jika aerasi rendah, akar yang putih berubah jadi coklat
lalu menghitam. Jumlah rambut akar berkurang bahkan tak ada. Padahal akar
berfungsi untuk menyerap hara. Selain masalah aerasi, media padat juga
mengundang bakteri dan cendawan penyebab busuk (www.duniaflora, 2008)
2.4 Teknik Kultur
Jaringan
Kultur
jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur
jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian
tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut
dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam
wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak
diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur
jaringan adalah perbayakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman
menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril.
Metode
kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya
untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang
dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain:
mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah
yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas, mampu
menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan
mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan
dengan perbanyakan konvensional.
Tahapan yang
dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan adalah:
1)
Pembuatan media
2)
Inisiasi
3)
Sterilisasi
4)
Multiplikasi
5)
Pengakaran
6)
Aklimatisasi
Media
merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi
media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak.
Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon.
Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain.
Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya
maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan.
Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca.
Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan
autoklaf.
Inisiasi
adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan dikulturkan. Bagian
tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur jaringan adalah tunas. Sterilisasi
adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat
yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga steril.
Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang
disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang
melakukan kultur jaringan juga harus steril.
Multiplikasi
adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan pada media.
Kegiatan ini dilakukan di laminar flow untuk menghindari adanya kontaminasi
yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan. Tabung reaksi yang telah
ditanami ekplan diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang steril
dengan suhu kamar.
Pengakaran
adalah fase dimana eksplan akan menunjukkan adanya pertumbuhan akar yang
menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan dengan
baik. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat pertumbuhan dan
perkembangan akar serta untuk melihat adanya kontaminasi oleh bakteri ataupun
jamur. Eksplan yang terkontaminasi akan menunjukkan gejala seperti berwarna
putih atau biru (disebabkan jamur) atau busuk (disebabkan bakteri).
Aklimatisasi
adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic ke bedeng.
Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan
sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan
hama penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap
serangan hama penyakit dan udara luar. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan
lingkungan barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan
bibit dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif.
2.5 Keunggulan
Teknik Kultur Jarimgan
Keunggulan atau
kelebihan teknik kultur jaringan pada tanaman adalah :
1.
Pengadaan bibit tidak tergantung musim
2.
Bibit dapat diproduksi dalam jumlah banyak dengan waktu
yang relatif lebih cepat (dari satu mata tunas yang sudah respon dalam 1 tahun
dapat dihasilkan minimal 10.000 planlet/bibit)
3.
Bibit yang dihasilkan seragam
4.
Bibit yang dihasilkan bebas penyakit (menggunakan organ
tertentu)
5.
Biaya pengangkutan bibit relatif lebih murah dan mudah
6.
Dalam proses pembibitan bebas dari gangguan hama,
penyakit, dan deraan lingkungan
2.6 Kekurangan
Teknik Kultur Jaringan
Secara rinci,
kekurangan teknik kultur jaringan pada tanaman adalah :
1.
Bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap hama
penyakit dan udara luar
2.
Bagi orang tertentu, cara kultur jaringan dinilai mahal
dan sulit.
3.
Membutuhkan modal investasi awal yang tinggi untuk
bangunan (laboratorium khusus), peralatan dan perlengkapan.
4.
Diperlukan persiapan SDM yang handal untuk mengerjakan
perbanyakan kultur jaringan agar dapat memperoleh hasil yg memuaskan.
5.
Produk kultur jaringan pada akarnya kurang kokoh
Lepas
semua dari kendala-kendala tersebut diatas, kita harus mengakui bahwa teknik
kultur jaringan sangat bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan, terutama untuk
pengembangan bioteknologi.
BAB III BAHAN DAN METODE
3.1 Alat
a.
Alat pembuatan larutan stock
-Timbangan
analitik
-
Sendok
-
Pipet
-
Erlenmeyer
b.
Alat pembuatan media tanaman
-
Timbangan analitik
-
Pipet
-
Scalpel
-
Ph meter
-
Gelas ukur
-
Gelas piala
-
Botol-botol kultur
-
Plastik pp 0.3 mm
-
Isolasi bening
-
Kertas label
-
Laminar air flow cabinet
-
Indikator pH
c.
Alat sterilisasi
-
Autoklaf
3.2 Bahan
a.
Bahan tanaman
-
Sub kultur/kalus anggrek dendro (Dedrobium
sp)
b.
Bahan pembuatan larutan stock
-
Aquadest
-
Bahan kimia untuk nutrisi, vitamin, (NH4)2 SO4, MgSO4, MnSO4
c.
Bahan pembuatan media tanam
-
Gula
-
Agar-agar
-
Aquadest
-
Larutan stock terdiri atas hara makro, hara mikro, vitamin
-
FeS04, Ca3(P04)
d.
Bahan-bahan lain
-
Alkohol 96%
-
Spirtus
-
Korek api
-
dll
3.3 Metode
a.
Membuat larutan stock media
- Menimbang
bahan-bahan kimia yang telah dikalikan atau dijumlahkan menjadi beberapa kali konsentrasi.
Untuk unsur hara makro kombinasinya
adalah sebagai berikut :
(NH4)2S04 = 5000 mg/5 gr
MgS04
= 250 mg/2,5 gr
Aquadest
= 1000 ml/10 mg
Untuk unsur hara mikro kombinasinya
adalah sebagai berikut :
MnS04 = 750 mg/7,5 gr
Aquadest = 1000 ml/10 mg
- Melarutkan
bahan – bahan tersebut kedalam aquadest dengan volume tertentu, misalnya 500 ml
- Masukkan
masing – masing larutan kedalam botol yang sudah diberi label dan menyimpannya
kedalam refrigerator atau pendingin.
b. Membuat media
kultur
-
Mengambil larutan
stok hara mikro dan makro
-
Memasukkan
larutan stok mikro sebanyak 10cc
-
Memasukkan
larutan stock makro sebanyak 100cc
-
Memasukkan
larutan FeS04 sebanyak 10cc
-
Memasukkan
larutan Ca3(P04)2 sebanyak 200mg/0,2gr
-
Masukkan ke dalam
bekerglass
-
Memasukkan gula
sebanyak 20 gr, dan tunggu sampai larut
-
Mengukur pH dan
mengkondisikannya menjadi 5,0 – 6,0 / 5,8 – 6,2
-
Memasukkan agar
sebanyak 8 gr/l
-
Mendidihkan
larutan tersebut
-
Memasukkan
larutan yang sudah jadi ke dalam botol kultur
-
Menutup botol
kultur dengan plastik pp dan mengikatnya dengan isolasi bening
-
Memasukkan botol
kultur tersebut ke dalam autoklaf untuk disterilkan
c.
Melakukan sterilisasi Alat dan Media kultur
-
Sterilisasi alat
dan media kultur jaringan dilakukan secara bersama-sama menggunakan autoklaf
-
Membungkus
alat-alat kultur seperti petridish, pisau scalpel dan pinset dengan kertas.
-
Memasukkan
botol-botol berisi media dan alat-alat kultur yang telah dibungkus kertas ke
dalam autoklaf untuk proses sterilisasi pada suhu 121 C, tekanan 1,5 kg/cm2
selama 45 menit.
-
Menyimpan
alat-alat kultur dalam LAF atau oven
-
Menyimpan media
pada rak penyimpanan media yang bertujuan untuk mengantisipasi ada tidaknya
kontaminasi pada media. Sehingga dapat dicegah penggunaan media yang telah
terkontaminasi pada saat penanaman.
3.4 Cara Kerja
-
Mempersiapkan alat dan bahan media tanam
o Sebelum
digunakan, alat dan bahan media disterilisasikan dulu kedalam LAF dengan sinar
UV salama 60 menit
-
Melakukan penanaman kalus atau sub kultur
o Cuci
kedua tangan dengan air sampai benar-benar bersih kemudian bersihkan lagi
menggunakan alkohol
o Gunakan
pelindung masker
o Mempersiapkan
tanaman kalus
o Matikan
UV pada LAF kemudian nyalakan lampu dan fan pada LAF
o Bersikan
bagian-bagian dinding pada LAF menggunakan alkohol
o Sterilisasikan
mulut botol dan tutup botol media tanam yang akan digunakan diatas api untuk
menghindari kontaminasi
o Sterilisasikan
scalpel dengan membakar diatas api
o Mengambil
kalus dan menanam dimedia berikutnya dengan menggunakan scalpel
o Rendam
kembali scalpel yang telah digunakan kedalam alkohol
o Sterilisasikan
lubang dan tutup botol media yang sudah ditanami kalus diatas api
o Tutup
botol dengan rapat dan simpan di rak penyimpanan tanaman kultur
o Matikan
lilin api spirtus dan bersihakan kembali permukaaan/dinding LAF menggunakan
alkohol
o Matikan
lampu dan fan
o Tutup
LAF dan nyalakan UV
-
Melakukan pengamatan selama 2 minggu, yang
diamati :
o Melakukan
pengamatan 1 minggu sekali pada munculnya akar, jumlah akar, tunas dan daun
o Melakukan
deskripsi kalus pada akhir pengamatan
-
Melakukan perhitungan prosentase keberhasilan
pada akhir pengamatan
BAB
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Rekapan
kultur jaringan tanaman anggrek
Macam eksplan
|
Ulangan
|
Saat muncul
akar
|
Saat muncul
tunas
|
Saat muncul
daun
|
|
Jumlah akar
|
Jumlah tunas
|
Jumlah daun
|
% Keberhasilan
|
|
1
|
-
|
-
|
-
|
|
-
|
-
|
-
|
|
|
2
|
-
|
-
|
-
|
|
-
|
-
|
-
|
|
|
3
|
-
|
-
|
-
|
|
-
|
-
|
-
|
|
Anggrek
|
4
|
-
|
-
|
-
|
|
-
|
-
|
-
|
|
|
5
|
-
|
-
|
-
|
|
-
|
-
|
-
|
0%
|
|
6
|
-
|
-
|
-
|
|
-
|
-
|
-
|
|
|
7
|
-
|
-
|
-
|
|
-
|
-
|
-
|
|
|
8
|
-
|
-
|
-
|
|
-
|
-
|
-
|
|
|
9
|
-
|
-
|
-
|
|
-
|
-
|
-
|
|
|
10
|
-
|
-
|
-
|
|
-
|
-
|
-
|
|
4.2 Pembahasan
Bahan yang
digunakan dalam kultur jaringan ini adalah tanaman sub kultur atau kalus
tanaman anggrek dendro yang diambil dari hasil eksplan tanaman anggrek yang dikulturkan.
Dalam kultur kalus
anggrek ini tingkat keberhasilan yang didapat adalah 0%, Kalus yang dikulturkan
tidak ada yang hidup. Kalus yang ditanam menjadi kekuningan karena browning dan
sebagian lagi mengalami kontaminasi oleh berbagai macam jamur.
Kontaminasi
oleh berbagai macam jamur disebabkan oleh sterilisasi yang kurang sempuna baik
terhadap alat, bahan dan pelaku kultur itu sendiri. Sehingga mikroba-mikroba
yang ada didalam maupun disekitar kalus berkembang biak di dalam media.
Sterilisasi yang kurang sempurna kemungkinan besar terjadi pada saat pemindahan
tanam kalus dalam botol kultur berikutnya. Apabila pemindahan kalus terlalu
lama, maka mikroba yang ada disekitar kemungkinan terbawa sehingga peristiwa
kontaminasi tidak dapat dihindarkan.
Kalus anggrek tekontaminasi
oleh jamur dan bakteri, pada kontaminasi jamur terlihat hifa putih hingga hitam
(jenis yang berbeda) muncul pada media ataupun pada bahan tanam. Sedangkan
kontaminasi oleh bakteri terlihat cairan kental di sekitar bahan tanam maupun
media yang merupakan kumpulan massa bakteri.
Kontaminasi
yang terjadi disebabakan oleh faktor media ataupun bahan tanam yang
sterilisasinya kurang sempurna. Sterilisasi yang kurang sempurna ini
mengakibatkan tumbuhnya mikroba dalam media yang sangat kaya akan nutrisi. Sebagian
dari kalus anggrek terkontaminasi oleh bakteri dan jamur sedangkan sebagian
yang lain mengalami browning.
BAB
V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
a)
Kegagalan dari kultur jaringan dari tanaman
mawar ini dikarenakan terjadinya bowning, kontaminasi media tanam dan sifat
bahan tanam yang agak sulit untuk menyerap media
b)
Kontaminasi yang terjadi karena sterilisasi dari
bahan maupun media kurang sempurna sehingga mikrobia-mikrobia masih hidup dan
berkembang di dalam botol kultur.
c)
Pemindahan tanam dari botol sub kultur ke botol
sub kultur berikutnya terlalu lama sehingga mikroba yang ada disekitar akan
masuk kedalam media dan berkembang didalam media.
d)
Prosentase keberhasilan dari kultur jaringan
mawar ini adalah 0%
5.2 Saran
Saran
yang bisa kami berikan adalah pada saat pemindahan tanam kalus jangan terlalu
lama, hal ini mengakibatkan peluang masuknya mikroba kedalam media cukup besar.
Proses sterilisasi alat dan bahan dilakukan sebaik mungkin, pada saat akan
melakukan kegiatan kultur jaringan kondisi tubuh harus bersih.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Perbanyakan Mawar secara Stenting (Stek
dan grafting). http://hortikultura.litbang.deptan.go.id. Diakses pada tanggal 22
Desember 2008.
Ibrahim,M.S.D., N. Nova K., Nurliani B. 2004. Studi
Pendahuluan : Induksi Kalus Embriogenik Dari Eksplan Daun Echinaceae
purpurea.Buletin TRO Vol. XV No. 2, 2004